Wednesday, November 21, 2007

Doyan ngerokok ? , awas botak !!!

dikutip dari detik.com

Jakarta
, Satu lagi efek negatif rokok. Penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok juga bisa menyebabkan kebotakan.

Merokok mengakibatkan kanker, gangguan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan, semua orang tahu. Tapi penelitian yang dilakukan di Taiwan mengungkap fakta baru. Ternyata merokok juga mengakibatkan kebotakan.

Lin-Hui Su dari Rumah sakit Far Eastern Memorial dan Tony Hsiu-Hsi Chen dari Universitas National Taipei melakukan suatu studi. Mereka meneliti 740 orang laki-laki di Taiwan yang berumur sekitar 65 tahun.

Hasilnya, laki-laki yang merokok sebanyak 20 batang perhari atau lebih memiliki risiko kebotakan yang sangat besar. Merokok dapat membuat peredaran darah di kepala menjadi tidak lancar, sehingga kulit kepala menjadi tidak sehat, dan akar rambut menjadi rapuh.

Namun dalam penelitian yang lain dikatakan bahwa risiko kebotakan pada pria berkulit putih, lebih kecil dari pada pria Asia atau pria berkulit hitam. Walaupun begitu, kebiasaan merokok, tetap akan memperbesar risiko kebotakan pada pria.

Pilih sehat dengan kepala tertutup rambut atau paru-paru menipis dan berkepala botak? Hiii...

Thursday, November 01, 2007

Teknik berhenti MeRokok

Nah atas permintaan pak Nopi, maka saya cuplik satu lagi artikel tentang rokok dari Republika :


Tanyalah kepada para perokok, pernahkah mereka berniat berhenti merokok? Mudah ditebak, umumnya akan menjawab ya. Tanyakan pula, sadarkah mereka bahwa merokok dapat mengakibatkan berbagai jenis penyakit? Jawaban hampir pasti, mereka pun menyadarinya. Lalu, mengapa tidak banyak perokok yang bisa menghentikan kebiasan buruknya?

Lihatlah laporan seri riset yang dilakukan oleh National Institute on Drug Abuse 2006. Riset itu menyebutkan, kebanyakan perokok mengetahui risiko buruk terhadap kesehatan yang ditimbulkan dari merokok. Sebanyak 70 persen perokok ingin berhenti untuk menghindari memburuknya kondisi kesehatan, namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, hanya kurang dari lima persen perokok yang mencoba berhenti tanpa bantuan yang akhirnya berhasil tidak merokok selama setahun.

Diperkirakan, mereka yang kembali merokok sebetulnya bukan karena pilihan mereka sendiri, melainkan karena sifat nikotin yang menimbulkan ketergantungan. Dan ketergantungan akan nikotin yang disebabkan oleh merokok ini merupakan masalah kesehatan kronik yang berulang.

Seperti diutarakan dr Irawan Rustandi, medical director PT Pfizer Indonesia, informasi mengenai asap rokok dengan ribuan zat kimia berbahaya yang terkandung di dalamnya sudah sering disampaikan kepada masyarakat. Tetapi, jumlah perokok di Indonesia tidak juga berkurang. Hal ini, kata Irawan, salah satunya karena efek adiksi dari nikotin, suatu zat yang terdapat pada tembakau.

Memang, banyak penyebab yang membuat banyak perokok gagal menghentikan kebiasaan merokok. Namun di antara banyak penyebab itu, faktor adiksi nikotin memainkan peranan yang besar. Nikotin yang terhirup bersama asap rokok akan diterima oleh reseptor otak yang kemudian melepaskan dopamin. Dopamin sendiri memberikan efek nikmat dan menenangkan. Pada saat tidak merokok, kadar dopamin juga menurun sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman serta stres. Nah, untuk menghilangkan rasa tidak nyaman itu, perokok pun akan kembali merokok. Begitulah seterusnya.

Proses tersebut memperlihatkan bahwa merokok bukanlah sekadar kebiasaan buruk. Lebih dari itu, rokok memiliki sifat candu seperti halnya narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. ''Karena itu, dalam menangani masalah merokok dibutuhkan intervensi klinis jangka panjang seperti yang dilakukan pada kasus-kasus kecanduan lainnya,'' tutur Irawan pada acara peluncuran Varenicline, obat yang khusus diciptakan untuk membantu menghentikan kebiasaan merokok, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Berhenti merokok memang bukan upaya mudah. Penelitian menunjukkan, perlu usaha berkali-kali agar seorang perokok benar-benar lepas dari belenggu rokok. Sebuah studi di Amerika Serikat memperlihatkan, lebih dari 70 persen perokok di negeri ini telah berusaha menghentikan kebiasaan tak sehat itu. Dari jumlah itu, sekitar 46 persen mencoba berhenti setiap tahun dan kurang dari lima persen yang mencoba berhenti merokok satu tahun kemudian. Persentase yang sama terjadi di negara-negara dengan program kontrol tembakau yang lebih mapan seperti Australia, Kanada, dan Inggris. ''Sebanyak 30-50 persen mencoba berhenti, namun tak sampai lima persen yang berhasil berhenti merokok dalam jangka panjang.''

Memutus siklus
Jika ingin berhenti merokok, maka siklus adiksi nikotin harus diputus. Motivasi diri saja, kerap kali tidak cukup. Karena itu, diperlukan terapi agar tidak ketagihan. Terapi yang dapat dilakukan berupa terapi nonfarmakologis dengan konseling, dan terapi farmakologis berupa obat-obatan.

Untuk obat, kini ada Varenicline. Ini adalah obat non-nikotin yang secara spesifik diciptakan untuk membantu berhenti merokok. Obat ini bekerja dengan cara menghalangi menempelnya nikotin pada reseptor di otak sehingga dapat mengurangi rasa nikmat dan nyaman yang ditimbulkan karena merokok. Varenicline tidak dijual secara bebas, melainkan harus dengan resep dokter. ''Kita hanya membantu orang yang mau berhenti merokok,'' tutur Irawan.

Selain bantuan obat, upaya untuk melepaskan ketergantungan terhadap nikotin juga harus dibarengi dengan motivasi yang kuat dari si perokok dan dukungan penuh oleh lingkungan terdekatnya. Bukan rahasia lagi, orang yang sudah berhenti merokok bisa kembali lagi merokok jika lingkungan tidak mendukung.

Anda juga ingin berhenti merokok? Jika begitu, selamat berjuang. Yakinlah, Anda pasti berhasil.